Tak seperti biasanya, hari ini anakku, Hera, pulang sekolah lebih awal. Biasanya setiap hari ia pulang pukul 10 malam. Hera masih duduk di kelas 12 SMU. Bukannya sibuk belajar menyiapkan Ujian Akhir Nasional ia malah asyik keluyuran hingga malam. Tapi, sore ini ketika aku baru pulang bekerja, kulihat anak itu sudah ada di kamarnya.
“Eh, udah pulang, Ma?” Tanya Hera ketika aku berjalan melewati depan pintu kamarnya. “Tumben kamu sudah di rumah? Uang kamu habis untuk keluyuran?” Aku langsung menanyakan pertanyaan itu.
Hera diam tidak menjawab, aku langsung melanjutkan, “Apa saja yang kamu lakukan hingga larut malam? Kamu melakukan hal-hal yang tidak benar atau kamu menjadi perempuan panggilan?” Tanpa kusadari kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutku. Aku sadar seharusnya aku tidak berkata seperti itu..
“Tega sekali Mama bicara seperti itu?” Hera berkata sambil menatapku. Matanya berkaca-kaca. Kemudian ia berlari keluar dari rumah. Sementara aku hanya berdiri terpaku menyesali apa yang kuucapkan tadi.
Tiba-tiba kudengar bunyi nada dering ponsel. Kulihat ponsel anakku tergeletak di tempat tidur. Ia berlari meninggalkan rumah sampai lupa membawa ponselnya. Ada satu pesan masuk. Karena kecurigaanku kepadanya, aku langsung membaca pesan masuk tersebut.
Dari : Pak Boss
Hera, barangmu ketinggalan. Tolong temui Bapak di coffee shop.
Kecurigaanku pada Hera semakin kuat setelah membaca SMS dari ‘Pak Boss’ tersebut. Kuputuskan untuk segera datang ke coffee shop itu sekarang juga.
Sesampainya di coffee shop, aku tidak tahu siapa orang yang mengirim pesan untuk Hera. Kuputuskan untuk menelepon nomor itu. Mataku mengitari ruangan untuk mencari si penerima telepon. Tiba-tiba kulihat seorang lelaki tua yang sedang meracik kopi di belakang meja layan mengangkat telepon. “Halo, Hera? Kamu dimana, nak?” Kata lelaki tua itu menjawab teleponku.
Aku menghampiri meja layan dan menyapa lelaki itu, “Maaf, saya ibunya Hera” Lelaki itu sedikit kaget melihatku dan dalam sekejap ia tersenyum dengan ramahnya. Ia tak tampak seperti lelaki hidung belang yang suka bermain dengan gadis-gadis muda seumuran Hera.
Lelaki itu memperkenalkan diri sebagai Suwito. Ia juga memperkenalkan istrinya. Kulihat mereka hanya sepasang suami-istri lansia pemilik kedai kopi itu. “Bagaimana bapak bisa mengenal putri saya?” Tanyaku ketika sepasang suami-istri itu mempersilakanku duduk. Pak Suwito tertawa dan menjawab, “Bagaimana saya tidak mengenal Hera, ia pegawai di kedai kopi ini. Ia bekerja paruh waktu dari sore hingga malam. Katanya ia ingin menabung untuk biaya kuliahnya nanti. Sungguh beruntung Anda memiliki putri yang mandiri seperti Hera. Saya tadi mengirim pesan ke Hera agar ia mengambil buku pelajarannya di sini. Kadang kalau kedai kami sedang sepi, ia selalu belajar untuk ujiannya.” “Hera sudah seperti cucu kami sendiri, Bu,” Bu Suwito menambahkan.
Bagai disambar petir di siang bolong, aku terkejut, malu, dan tak menyangka mendengar pernyataan Pak Suwito. Selama ini aku sudah berprasangka buruk pada Hera.
“Nah, itu dia Hera!” Kata Bu Suwito menatap ke belakangku. Spontan aku menoleh dan mendapati Hera masuk ke dalam kedai. Ia menatapku dengan mata sembab sehabis menangis. Kontan aku pun langsung menghampirinya. Aku memeluk Hera dan kudengar ia berkata, “Sebenci itukah Mama sampai mengatakan aku perempuan panggilan? Kumohon, jangan benci aku, Ma..”
Aku sadar Hera merahasiakan semua ini dariku karena kurangnya komunikasi di antara kami. Mungkin ia menutupi semua ini agar aku tidak kepikiran. Semenjak Ayahnya wafat, sejak SD aku harus berjuang bekerja untuk menafkahi Hera. Mungkin karena itulah ia terpikir untuk bekerja mandiri. Aku bersyukur Hera mempunyai niat baik, dan aku semakin menyadari pentingnya kejujuran dan komunikasi di antara ibu dan anak.
Apakah kamu sedang merahasiakan sesuatu dari orang terdekat? Cobalah untuk jujur jika memang kamu sedang menyimpan rahasia. Apakah kamu tengah berprasangka buruk pada orang terdekatmu? Cobalah untuk mencari tahu kebenarannya sebelum kamu menuduhnya. Semoga pengalamanku ini dapat memberikan sedikit pelajaran hidup bagi kita. Komunikasi dan kejujuran merupakan hal yang penting dalam hidup, dan tentunya harus dimulai dari diri kita sendiri.