Besok adalah malam tahun baru, tapi teman-temanku belum memberikan undangan pesta. Sudah sejak beberapa tahun lalu aku selalu merayakan malam tahun baru di hotel berbintang, klub malam yang sedang in, restoran dengan chef internasional, atau di luar negeri. Entah kenapa tahun ini teman-temanku sibuk semua. Mereka memiliki acara sendiri-sendiri dan tidak ada yang mengajakku!
Saat sedang kesal memikirkan teman-temanku, ponselku berbunyi. Nama “Ibu” tertera di layar ponsel dan aku segera mengangkatnya, “Ya? Ada apa, Bu?” Suara wanita bernada panik terdengar di seberang, “Stella, kamu bisa pulang? Ayahmu sakit dan harus segera dibawa ke rumah sakit, nak.” Sedikit kaget mendengar ayahku sakit, tapi aku merasa tidak bisa menuruti permintaan ibuku, “Sakit apa, Bu? Bawa aja ke rumah sakit. Nanti aku transfer uangnya. Ibu kan bisa ambil di ATM. Kira-kira sepuluh juta...” Saat sedang berbicara ibuku langsung memotong dengan nada tegas, “Stella! Kamu itu anak ayahmu! Ia ingin bertemu kamu. Kalau kamu pikir semua bisa diatasi hanya dengan mengirim uang, lebih baik kamu tak usah pulang!”
Aku tertegun mendengar pernyataan ibu. Ibuku tak pernah berkata setegas itu. “Baiklah aku pulang,” aku mengalah. Lagi pula di sini juga tak ada acara malam tahun baru seperti biasanya. Dari pada aku menganggur di sini, lebih baik aku pulang ke Yogyakarta.
Sesampainya di rumah orang tuaku, ayah sudah dibawa ke rumah sakit. Ibu pun tidak ada di rumah, ia pasti menunggu ayah di sana. Mbak Ina, tetangga orang tuaku, memberikan kunci rumah dan pesan yang dititipkan oleh ibuku. Ibu bilang aku beristirahat saja dulu.
Rumah orang tuaku masih seperti dahulu ketika aku tinggal di sana. Tidak kumuh, tetapi bangunannya sangat vintage. Aku sih lebih suka tinggal di kondominium modern seperti tempat tinggalku di Jakarta.
Malam telah tiba, aku pun berniat untuk mencari makan di salah satu mal yang ada di Yogyakarta. Namun, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Beberapa saat kemudian listrik rumah pun padam. Betapa paniknya aku. Aku bahkan tak tahu di mana ibuku menyimpan lilin. Akhirnya, aku hanya duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel. Betapa sial diriku, di tempatku duduk pun atapnya bocor sehingga tetesan air membasahi rambutku. Aku beralih ke kamarku, di sana pun atapnya bocor. Aku ingin sekali menangis. Perutku lapar, udara yang dingin karena hujan ini menusuk ke tulang, hampir semua sudut rumah orang tua ku bocor, dan listrik pun padam. Belum pernah kualami tahun baru sesial ini.
Setelah hujan reda, tepat pada pukul sepuluh malam, aku memutuskan untuk berangkat ke rumah sakit karena ibu belum pulang juga. Setelah menemukan kamar tempat ayah dirawat, aku tidak langsung masuk karena aku mendengar percakapan ibu dan ayah yang membuatku terenyuh.
“Bu, pulanglah. Stella kan sendirian. Hujan-hujan begini rumah pasti bocor semua. Lagi pula listrik di rumah pasti padam kalau hujan,” kata ayah sambil terbaring lemah. “Iya, Pak. Sebentar lagi Ibu pulang. Iya kasihan Stella dia pasti kehujanan meskipun di dalam rumah. Ibu nggak berani minta uang ke Stella untuk membenahi atap yang bocor,” Ibu menimpali. “Stella sepertinya merasa terganggu setiap kali ibu menelpon dia, Pak. Mungkin dia sibuk.”
Aku tak tahan ingin menangis mendengarnya. Ibu tak tahu setiap kali ia menelepon aku sedang bersenang-senang dengan temanku. Ibu mengira aku sibuk bekerja. Oh, betapa durhakanya diriku. Sampai ibuku tak berani meminta uang untuk membenahi atap yang bocor.
Bergegas aku masuk ke kamar ayahku. Aku tak peduli bahwa orang tuaku bingung melihat wajahku berlinang air mata. Kucium tangan ayah dan ibuku dan kukatakan, “Maafkan Stella selama ini, Bu. Stella tak pernah mau menyediakan waktu untuk kalian. Ampuni Stella, ya, Bu.” Aku dan ibu berpelukkan. Pelukan antara ibu dan anak yang entah sudah berapa lama tak pernah kurasakan.
Ini adalah malam tahun baru yang begitu spesial bagiku. Malam tahun baru ini mengubahku 180O. Aku jadi memiliki waktu lebih banyak untuk berbincang di telepon dengan ayah dan ibu, pulang kampung sesering mungkin, dan kesempatan untuk membahagiakan orang tua.
Cerita pendek dariku ini semoga menjadi pengingat bagi kalian yang mungkin terlalu sibuk dengan urusan masing-masing sehingga lupa dan tidak peduli dengan keadaan orang tua. Bahagiakan orang tuamu selagi kau bisa. Karena kita tidak pernah tahu berapa lama lagi kita bisa melihat, mendengar, dan memeluk orang tua kita.