Cerita pendek ini berawal saat aku dan istriku, Sendy, terpaksa hidup terpisah karena aku harus bekerja di luar kota, tepatnya di Batam. Sendy tinggal di rumah orang tuanya di Sidoarjo, Jawa Timur. Berat rasanya meninggalkannya untuk waktu yang lama. Ah, seandainya saja kami sudah memiliki momongan, tentu Sendy tak akan merasa kesepian.
Aku dan Sendy sudah 4 tahun menikah, tetapi kami belum dikaruniai buah hati. Kami bukanlah pasangan yang menunda momongan. Permohonan untuk segera memiliki buah hati selalu kami minta di setiap doa yang kami panjatkan. Namun, apa boleh buat, Tuhan belum mempercayakan seorang anak kepada kami.
Di Batam, aku mulai terbiasa hidup sendiri dan berkawan dengan teman-teman yang juga merantau di sini. Komunikasi antara aku dan Sendy berjalan dengan lancar. Sampai akhirnya beberapa minggu setelah aku bekerja di Batam, Sendy memberikan kabar yang mengejutkan sekaligus menyenangkan. Ia hamil. Akhirnya, kami akan dikaruniai seorang bayi mungil yang sudah lama kami nantikan.
Aku semakin giat bekerja. Aku bekerja sebagai salah satu staff di pelabuhan yang ada di Batam. Karena atasanku puas dengan pekerjaanku, aku diangkat menjadi pegawai tetap setelah 3 bulan. Biaya hidup di Batam cukup tinggi, aku harus pintar-pintar berhemat agar bisa menyimpan uang untuk biaya persalinan Sendy. Aku juga berencana pulang dengan pesawat terbang di tanggal persalinan istriku.
Tapi, rencana hanyalah tinggal rencana. Kawan seperjuanganku, Agus, meminjam uang dengan dalih untuk membiayai anaknya berobat. Kupinjamkan tabunganku karena aku tak tega. Kini, Agus kabur entah ke mana. Bukan hanya aku yang ditipu, Agus juga ternyata berhutang pada beberapa orang kawanku. Ia menghilang tanpa jejak. Bahkan, perusahaan pun tak bisa melacak jejaknya.
Hari persalinan Sendy semakin dekat, perasaanku pun semakin tak menentu. Aku jadi sering melamun, sampai atasanku memanggil ke ruangannya. “Fajar, saya perhatikan kamu akhir-akhir ini suka melamun. Ada masalah apa?” Tanya Pak Rasyid, atasanku yang selalu ramah dan baik hati. Aku menceritakan permasalahanku, mulai dari Agus yang membawa kabur uangku sampai rencana pulang ke Sidoarjo untuk menemani persalinan Sendy. “Kalau itu masalahnya, saya bisa memberimu pinjaman uang. Kamu bisa mencicil semampumu. Saya percaya kamu adalah karyawan yang baik dan rajin,” kata Pak Rasyid. Oh, betapa bahagianya hatiku. Atasanku yang baik hati ini sudi meminjamkan uangnya untuk biaya persalinan istriku. Meskipun aku tidak bisa pulang dengan pesawat terbang, Pak Rasyid tetap memberiku cuti untuk pulang ke Sidoarjo dengan menaiki kapal.
Setelah menempuh perjalanan laut dan darat selama 2 hari lebih, aku menapakkan kaki di sebuah rumah sakit di mana Sendy akan menunggu proses persalinannya. Sendy terkejut melihatku. Ya, aku memang banyak berubah sejak 10 bulan lalu. Kulitku menjadi lebih hitam dan tubuhku lebih kurus. Namun, bisa kulihat dari mata istriku jika ia masih mencintaiku dan merindukanku.
Esok harinya, persalinan Sendy berjalan dengan lancar. Kami dikaruniai seorang bayi perempuan yang cantik. Sendy dan mertuaku menanyakan nama yang akan diberikan untuk malaikat kecil kami. Aku baru sadar bahwa aku belum menyiapkan nama.
Saat menimang malaikat kecilku, aku melihat langit di luar sudah gelap. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Anakku lahir pada pukul 17.00. Aku pun langsung tahu harus memberi nama siapa pada buah hatiku ini. “Mas, sudah memikirkan nama untuk bayi kita?” Tanya Sendy yang masih terbaring lemah di kamar rawat inap. “Ya. Dia adalah Senja, Sen. Senja untuk Fajar. Demi menatap
Senjaku, aku rela melakukan apa pun,” jawabku sambil mengusap lembut kening Senja.
Tak perlu menunda lagi, aku segera memanjatkan doa. Aku berterima kasih karena Tuhan telah mengirimkan Senja untuk Fajar. Cerita pendek ini merupakan gambaran dari pepatah, “Untuk melihat pelangi, maka kau harus berani menghadapi hujan” Aku sudah merasakan “hujanku” sebelum berhasil menatap pelangi kecilku yang bernama Senja.
Semoga cerita pendek ini dapat memberimu inspirasi, bahwa tak ada keindahan yang bisa diperoleh dengan mudah. Rintangan adalah suatu hal yang harus dihadapi, dan bukan untuk dihindari.